Terpujilah
Wahai engkau, Ibu Bapak Guru
Namamu akan selalu hidup
Dalam sanubariku…
Berhenti menjadi guru honorer menjadikan beliau tidak memilii pekerjaan lagi. Kesibukan yang mungkin bisa dianggap sebagai pekerjaannya adalah mengisi les musik dan membuat lagu pesanan atau terkadang memainkan lagu-lagu keroncong di berbagai perhelatan. Semua pekerjaan ini tentu saja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sebab, penghasilan dari kerja-kerja tersebut jauh dari cukup. “untung istri saya masih mengajar sebagai guru tetap di SD klegen 5 Madiun” ujar lelaki 75 tahun itu.
Kendati hidup dalam kondisi serba kekurangan, Sartono tetap bersyukur. Bahkan, lelaki sepuh yang terlihat masih bugar itu, menyatakan tidak memiliki harapan apapun, termasuk santunan pemerintah kepadanya. “Saya tak mau meminta-minta. Lebih baik tidak menerima uang sepeser 'pun, namun harga diri dan kehormatan saya terjaga,” katanya dalam nada pelan. Sartono memang tidak begitu suka membahas soal imbalan dan ketidakacuhan pemerintah terhadap dirinya. Padahal, jika mengingat jasanya, lebih dari penghargaan materi pun sebenarnya wajar ia dapatkan. Sering saya dengar bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawan, namun pada kenyataannya pahlawan-pahlawan yang berjasa bagi bangsa Indonesia ini sering terlupakan atau memang sengaja dilupakan padahal merekah lah yang membuat bangsa ini menjadi hebat dan kuat.
Kini, di usia senjanya, tak banyak yang bisa dilakukan Sartono. Untuk mengisi waktu, setiap pagi selepas subuh, kegiatan pertamanya adalah jalan-jalan kecil. Ditemani nyayian burung-burung kecil yang mulai keluar dari sarangnya, sang guru tua berjalan santai mengelilingi Stadion Wilis di Kota Madiun. “Ya, namanya orang sudah tua, mau apa lagi?,” ujarnya sambil terkekeh riang. Beberapa butir keringat terlihat memenuhi kulit keriput di lehernya. Hingga kini, mungkin jutaan anak di Indonesia tidak tahu siapa pencipta lagu Hymne Guru. Dan, bisa jadi Sartono pun, tak peduli namanya diingat atau tidak oleh mereka. Ironi memang, namun ini lah yang terjadi di tanah air kita. Lalu, apa kita berharap pendidikan di negeri ini maju, di tengah ironi seperti ini?
Sumber: Mizan.com
Sumber: Mizan.com
0 komentar:
Posting Komentar